Langsung ke konten utama

Semaian Kalbu (POEM)




Semaian Kalbu

Karya: Nur Zahwa

Butir-butir kasih berhamburan
Menerpa sinar dan kekeringan
Biji-biji bernas menetas ketika disemai
Kotiledon mulai terangkat bak kecambah yang memanjang
Hati kecil berkata namun tak bisa terucap
Terucap akan lisan maupun tulisan
Ketika cinta mulai menggeliat
Mimpi-mimpi pun telah terjaga
Kasih sayang bertaburan memenuhi pakarangan
Diberi pupuk perhatian yang berawal dari pertemuan
Terpapar panas hujan
Terpapar siang dan malam
Terpapar lika-liku hama yang siap menyerang
Namun, semua itu bisa terlewatkan
Dengan berbagai siraman kalbu didapatkan
Meskipun gen masih berperan
Tapi pengadaptasian masih dilakukan
Hari demi hari tak terasa
Waktu demi waktu telah terbiasa
Tumbuh berkembang dengan bentuk yang sempurna
Bentuk yang akan menjadi pedoman dan idaman
Dan kemudian hari akan berbuah
Berbuah manis, berbuah indah
Yang akan dipetik dan dirasakan oleh semua orang

Nur Zahwa. Umur 17 tahun. Lahir di Palembang pada tanggal 22 Agustus 2001. Saya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan bapak Musmulyadi dan ibu Bahriah. Saya bersekolah di SMAN Sumatera Selatan. Saya bisa dihubungi melalui IG: @nur_zahwa22 atau pos-el: nurzahwa2208@gmail.com. Terima kasih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Long-Distance Love, Written by Allah

Every great story begins with something small—an encounter, a message, or even a shared screen. Ours began quietly too, not with fireworks, but with formulas and Zoom meetings. It was 2021, and I was enrolled in a Differential Equations class at Universitas Sriwijaya. Everything was held online due to the pandemic, and that’s when I first saw his name pop up—Khairu Agus Wijaya, a calm and focused student from Merauke, Papua, who was joining through the Merdeka Student Exchange Program (PMM). We weren’t the only ones with cameras on, and there were no breakout rooms, but there were small-group discussions that consisted of four people. But somehow, amidst the grid of faces and silence between lectures, we began to notice each other. Our first interaction wasn’t even in Indonesian—it was in Mandarin, a language we both happened to be learning. That small spark led us to chat more through the class WhatsApp group. We began exchanging ideas about assignments, encouraging each other before...

To XB AIS Class: A Letter From Your Grateful Teacher

As my days at SMA IT Raudhatul Ulum come to an end, I find myself overwhelmed with gratitude, love, and—above all—deep sadness. Resigning from a place that has given me so much is not easy. But what makes it even harder is saying goodbye to a group of students who have left a permanent mark on my heart: XB AIS Class . This class wasn’t just a teaching assignment. It became a safe space, a little home inside the school walls. I still remember my first day with them. I didn’t know yet how close we would become, how they would end up becoming the most beautiful part of my journey in this school. These students—my students—taught me that love can be expressed in countless ways, even in a teacher-student relationship. Though I am older, and though I am supposed to be the one nurturing them, they were the ones who showed me love every day . Some of them encouraged me with kind words, always knowing the right thing to say when I looked tired or overwhelmed. Some gave me gifts—small, thou...

Cerpen: Ikatan Takdir Al Azhar

Study or Married Ikatan Takdir Al Azhar                 “ Ini secercah kisah kehidupanku yang penuh akan lika-liku alur perjalanan dari titik awal hingga ke akhir. Aku menemukan berbagai   rambu-rambu di setiap persimpang a n. Ketika waktunya untuk berhenti, aku akan mencoba untuk berhenti. Di saat aku harus memutar arah ke belakang, maka aku akan melihat masa lalu yang hampir sirna atau bahkan masih terngiang-ngiang di kepalaku dan sekejab akan menikung untuk menghindari tabrakan beruntun di sepanjang tol. Semua orang tidak akan tahu tentang nasib yang akan menyelimuti setiap waktu di sepanjang rute perjalanan umurnya. Kisahku dan kisahmu akan saling berhubungan.” Mungkin hanya itulah sepenggal paragraf yang masih ku ingat saat kita membaca sebuah novel bersama dikala putih abu-abu masih menjadi identitas kita dan toko muslim menjadi vila yang nyaman untuk persinggahan sehabis pulang sekolah. ...